Selasa, 07 Desember 2010

Keutamaan Bulan Muharram



Pada asalnya hari dan bulan memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’ala, kecuali yang diistimewakan dari hari dan bulan selainnya berdarkan dalil baik dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Dan termasuk bulan yang mulia di antara bulan-bulan yang ada adalah bulan Muharram. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala, artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu, dan perangilah musyrikin semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” (QS. at-Taubah: 36)

Dan di dalam hadits yang shahih Rasulullah bersabda: “……….Di adalam satu tahun ada dua belas bulan dan di antaranya terdapat empat bulan yang mulia, tiga di antaranya berturut-turut: Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, dan Rajab yang berada di antara bulan Jumada dan Sya’ban.” (HR. al-Bukhari, no. 2958 dari Abu Bakrah).

Dari ayat dan hadits di atas telah menunjukkan kemuliaan bulan tersebut di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan menemaan Muharram merupakan penguat atas keutamaan yang terkandung di dalamnya.

Dan di antara keutamaan yang terkandung di bulan Muharram adalah sebagai berikut:

* Dosa yang dilakukan pada bulan-bulan yang dimulyakan tersebut lebih dahsyat dari bulan-bulan selainnya. Dan begitu juga sebaliknya bahwa pahala amal shalih begitu besar dibandingkan bulan-bulan lainnya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Janganlah kalian mendzalimi diri-diri kalian di dalamnya -bulan-bulan tersebut-(QS. at-Taubah: 36)
Berkata Ibnu Katsir: “Di bulan-bulan yang Allah tetapkan di dalam setahun kemudian Allah khususkan dari bulan-bulan tersebut empat bulan, yang Allah menjadikan sebagai bulan-bulan yang mulia dan mengagungkan kemulyaaannya, dan menetapkan perbuatan dosa di dalamnya sangat besar, begitu pula dengan amal shalih pahalanya begitu besar.”
* Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Muharram, khususnya berpuasa pada tanggal 10 Muharram (puasa ‘Asyura).
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah al-Muharram.” (HR. Muslim) dan di dalam hadits yang lain beliau juga bersabda, “Puasa ‘Asyura menghapus kesalahan setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim).
Ibnu Abbas berkata. “Tidaklah aku melihat Rasulullah lebih menjaga puasa pada hari yang diutamakannya dari hari yang lain kecuali hari ini, yaitu ‘Asyura.” (Shahih at-Targhib wa at-Tarhib).

* Pada hari 'Asyura merupakan hari-hari Allah, yang pada hari itu al-haq mendapatkan kemenangan atas kebatilan. Orang-orang mukmin yang sedikit mendapatkan kemenangan atas orang-orang kafir yang banyak. Pada hari itu pula Allah menyelamatkan Nabi Musa 'alaihis salam dan kaumnya dari kerajaan Fir'aun, sehingga nabi Musa berpuasa sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Ta'ala.Sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas, dia berkata; "Ketika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam datang di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi sedang berpuasa pada hari 'Asyura, kemudian beliau bertanya: "Hai apa ini?" mereka menjawab: "Ini adalah hari yang baik, pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka berpuasalah nabi Musa 'alaihis salam". Beliau bersabda: "Aku lebih berhak terhadap musa daripada kalian, kemudian beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan -para shahabat- agar berpuasa pada hari itu."
Sumber:
http://www.alsofwah.or.id

Senin, 22 November 2010

Peran Wanita sebagai Istri Idaman



Sungguh kaum wanita telah melewati suatu masa yang mana mereka ditempatkan pada posisi yang tidak layak, tidak proporsional dan sangat memilukan, tidak ada perlindungan bagi mereka, hak-hak mereka dihancurkan, kemauan mereka dirampas, jiwa mereka dibelenggu, bahkan saat itu mereka berada pada posisi yang amat rendah dan hina.

Pada zaman Romawi seorang suami bisa menetapkan hukuman mati kepada istrinya jika suaminya menghendaki, bangsa Romawi menganggap bahwa wanita adalah sama dengan harta dan perabot rumah tangga, sementara bangsa Yahudi menganggap wanita adalah najis atau kotor, dan yang lebih buruk lagi adalah sikap orang Nashrani yang mempertanyakan keberadaan wanita, apakah wanita itu manusia yang memiliki jiwa atau tidak?! Yang pada akhirnya perlakuan buruk ini mencapai puncaknya dengan menganggap wanita sebagai sumber keburukan, di mana wanita dikubur hidup-hidup, sebagaimana yang dilakukan oleh bangsa Arab Jahiliah.

Setelah melalui berbagai macam kebiadaban dan perlakuan pahit sepanjang masa, muncullah cahaya Islam yang menempatkan wanita pada posisi yang adil untuk melindungi kehormatan mereka. Islam memberikan hak-hak wanita secara sempurna tanpa dikurangi, juga meninggikan derajat wanita yang masa sebelumnya mereka dihinakan dan direndahkan sepanjang sejarah. Islam memproklamirkan bahwa wanita adalah manusia sempurna, memberikan hak-haknya secara wajar dan manusiawi serta menjaga mereka agar tidak dijadikan pelampiasan syahwat belaka yang diperlakukan seperti binatang. Islam menjadikan wanita sebagai unsur yang memegang peranan penting dalam membangun masyarakat yang beradab.

Untuk mencapai tujuan itu, Islam menjadikan kasih sayang antara suami dan isteri sebagai penjaga kelangsungan hidup berumah tangga. Kecintaan dan kasih sayang seorang wanita kepada suaminya merupakan bukti adanya karakter yang kuat dari sifat alamiah yang ada pada dirinya, sehingga hal itu akan menghindarkan dirinya dari berselingkuh atau mencari perhatian laki-laki lain.

Diantara kebahagian seorang suami adalah dikaruniainya isteri yang shalehah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
“Dan di antara kebahagiaan adalah wanita shalehah, jika engkau meman-dangnya maka engkau kagum kepadanya, dan jika engkau pergi darinya (tidak berada di sisinya) engkau akan merasa aman atas dirinya dan hartamu. Dan di antara kesengsaraan adalah wanita yang apabila engkau memandangnya engkau merasa enggan, lalu dia melontarkan kata-kata kotor kepadamu, dan jika engkau pergi darinya engkau tidak merasa aman atas dirinya dan hartamu.” (HR. Ibnu Hibban dan lainnya dalam As-Silsilah ash-Shahihah hadits 282)

Dalam sabdanya yang lain:
“Dan isteri shalehah yang menolongmu atas persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-sebaik (harta) yang disimpan manusia.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Shahihul jami’ 4285)

Oleh karena itu isteri shalehah adalah idaman bagi setiap suami shaleh di setiap waktu dan tempat. Isteri idaman dia adalah wanita mukminah, wanita shalehah yang jiwanya sebagai cerminan ilmu syar’i yang hanif, aqidahnya murni, akhlaknya agung, dan perangainya baik, untuk mendapatkannya harus diperhatikan hal-hal berikut:

CARA MEMILIH ISTRI IDAMAN

• Memilih wanita karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: Hartanya, keturunannya, kecantikan-nya dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua tangan-mu akan berdebu (miskin merana).” (HR.Al-Bukhari, Fathul Bari 9/132)

Dengan memilih wanita yang berasal dari lingkungan yang baik dan karakter yang benar-benar shalehah maka akan menghasilkan ketenangan dalam hidup berumah tangga. Karena adat kebiasaan dan gaya hidup suatu kaum sangat berpengaruh terhadap kepribadiannya.

• Diutamakan yang gadis sebagai-mana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
“(Nikahilah)gadis-gadis sesungguhnya mereka lebih banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih menerima dengan sedikit(qanaah). dan dalam riwayat lain “Lebih sedikit tipu dayanya”. (HR.Ibnu Majah No.1816 dan dalam As Silsilah ash Shahihah , hadits No.623)

• Diutamakan wanita yang subur atau tidak mandul, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
“Kawinilah wanita yang penuh cinta dan yang subur peranakannya. Sesung-guhnya aku bangga dengan banyaknya jumlah kalian di antara para nabi pada hari kiamat.” (HR. Imam Ahmad 3/245 dari Anas, dikatakan dalam Irwaul Ghalil hadits ini shahih)

AQIDAH ISTRI IDAMAN

Seorang isteri idaman harus memahami arti pentingnya aqidah islamiyah yang shahihah, karena sah tidaknya suatu amal tergantung kepada benar dan tidaknya aqidah seseorang. Isteri idaman adalah sosok yang selalu bersemangat dalam menuntut ilmu agama sehingga dia dapat mengetahui ilmu-ilmu syar’i baik yang berhubungan dengan aqidah, akhlak maupun dalam hal muamalah sebagaimana semangatnya para shahabiyah dalam menuntut ilmu agama Islam, mereka bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menghilangkan kebodohan mereka dan beribadah kepada Allah di atas cahaya ilmu, sebagaimana riwayat dibawah ini:

Dari Abu Said Al Khudri dia berkata: Pernah suatu kali para wanita berkata kepada Rasulullah n: “Kaum laki-laki telah mengalahkan kami, maka jadikanlah satu hari untuk kami, Nabi pun menjanjikan satu hari dapat bertemu dengan mereka, kemudian Nabi memberi nasehat dan perintah kepada mereka. Salah satu ucapan beliau kepada mereka adalah: “Tidaklah seorang wanita di antara kalian yang ditinggal mati tiga anaknya, kecuali mereka sebagai penghalang baginya dari api nereka. Seorang wanita bertanya: “Bagaimana kalau hanya dua?” Beliau menjawab: “Juga dua.” (HR. Al-Bukhari No 1010)

Seorang isteri yang aqidahnya benar akan tercermin dalam tingkah lakunya misalnya:

• Dia hanya bersahabat dengan wanita yang baik.
• Selalu bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Rabbnya.
• Bisa menjadi contoh bagi wanita lainnya.
Akhlak Isteri Idaman
• Berusaha berpegang teguh kepada akhlak-akhlak Islami yaitu: Ceria, pemalu, sabar, lembut tutur katanya dan selalu jujur.
• Tidak banyak bicara, tidak suka merusak wanita lain, tidak suka ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba).
• Selalu berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan isteri suaminya yang lain (madunya) jika suaminya mempunyai isteri lebih dari satu.
• Tidak menceritakan rahasia rumah tangga, diantaranya adalah hubungan suami isteri ataupun percekcokan dalam rumah tangga.

Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya di antara orang yang terburuk kedudukan-nya disisi Allah pada hari kiamat yaitu laki-laki yang mencumbui isterinya dan isteri mencumbui suaminya kemudian ia sebar luaskan rahasianya.” (HR. Muslim 4/157)

ISTRI IDAMAN DI RUMAH SUAMINYA

• Membantu suaminya dalam kebaikan. Merupakan kebaikan bagi seorang isteri bila mampu mendorong suaminya untuk berbuat baik, misalnya mendo-rong suaminya agar selalu ihsan dan berbakti kepada kedua orang tuanya, sebagaimana firman Allah: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah.” (Al Ahqaf 15)
• Membantunya dalam menjalin hubungan baik dengan saudara-saudaranya.
• Membantunya dalam ketaatan.
• Berdedikasi (semangat hidup) yang tinggi.
• Ekonomis dan pandai mengatur rumah tangga.
• Bagus didalam mendidik anak.
• Penampilan:

* Di dalam rumah, seorang isteri yang shalehah harus selalu memperhatikan penampilannya di rumah suaminya lebih-lebih jika suaminya berada di sisinya maka Islam sangat menganjurkan untuk berhias dengan hal-hal yang mubah sehingga menyenangkan hati suaminya.

* Jika keluar rumah, seorang isteri yang sholehah harus memperhati-kan hal-hal berikut:
o Harus minta izin suami.
o Harus menutup aurat dan tidak menampakkan perhiasannya.
o Tidak memakai wangi-wangian.
o Tidak banyak keluar kecuali untuk tujuan syar’i atau keperluan yang sangat mendesak.

Maraji’: Tarbiyatul Athfal fil Hadits Asy-Syarif, Khalid Ahmad Asy-Syanthot, Tarbiyatul Athfal fil Islam, Habsyi Fathullah Al-Hafnawiy

oleh: Ummu Ahmad – Al-Sofwah
Sumber: http://ayok.wordpress.com

Jumat, 12 November 2010

Idul Adha (Idul Qurban), Kisah Nabi Ibrahim As. dan Penyembelihan Nabi Ismail As.




Dan Ibrahim berkata:”Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (QS. 37:99-108)

Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepada puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.
Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah , maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim.

Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan ,seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah , seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oelh tangan si ayah sendiri.

Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah ,menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud:" Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya." Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam {niat} tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya.Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.

Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sgt taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu , agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar menringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata:" Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah."

Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.

Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang itu tidak lut memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku."Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.

Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya:" Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikkan ."Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher puteranya Ismail itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Aidiladha di seluruh pelosok dunia.
Dikutip dari :
http://earningblogmoney.blogspot.com

Rabu, 27 Oktober 2010

Bila Surga Dan Neraka Tak Pernah Ada



Ikhlas menurut pandangan sufi: “Bila Surga dan Neraka tak pernah ada”
Beberapa tokoh sufi mencoba memisahkan makna ibadah antara cinta (mahabbah), harapan (raja’), dan takut (khauf). Menurut mereka ibadah haruslah mengedepankan cinta (mahabbah) saja kepada Allah. Memiliki harapan akan surga dan takut karena neraka dinilai oleh para tokoh sufi tersebut mengotori dari keikhlasan dalam beribadah. Bahkan sering kita mendengar, bila surga dan neraka tak pernah ada, apakah kita masih melakukan apa yang menjadi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya? Apakah kita berdosa bila menghendaki surga dan takut akan neraka? Apakah ibadah akan memiliki kecacatan bila kita mengharapkan pahala dari ibadah kita? Ujung-ujungnya adalah apakah kita masih dapat disebut ikhlas bila kita masih mengharapkan surga dan takut akan neraka ?

Jawabannya adalah dengan mencontoh junjungan kita Rasulullah SAW dalam berdoa
“Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksaan kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal.” (HR. Al-Bukhari 2/102 dan Muslim 1/412. Lafazh hadits ini dalam riwayat Muslim.)

“Ya Allah! Aku mohon kepada-Mu. Sesungguhnya bagi-Mu segala pujian, tiada Tuhan (yang hak disembah) kecuali Engkau Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Mu, Maha Pemberi nikmat, Pencipta langit dan bumi tanpa contoh sebelumnya. Wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Pemurah, wahai Tuhan Yang Hidup, wahai Tuhan yang mengurusi segala sesuatu, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu agar dimasukkan ke Surga dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka.” (HR. Seluruh penyusun As-Sunan. Lihat Shahih Ibnu Majah 2/329.)
Jelaslah bahwa Rasulullah mengajarkan kepada kita dalam beribadah selain mengedepankan cinta (mahabbah) namun tetap mengharapkan (raja’) surga, dan takut (khauf) agar dijauhkan dari siksa api neraka. Ketiganya (cinta, harapan, dan takut) tidak bisa dipisahkan dan dipilah-pilah dalam ibadah.

Seseorang yang memiliki rasa cinta yang tinggi kepada Allah akan melakukan seluruh syariat dengan hati yang ringan disertai luapan kalbu sebagai bukti akan kecintaannya kepada Allah. Seorang pecinta akan berhias dan berwangi dalam shalatnya melebihi pertemuan dengan orang yang paling ia cintai. Ia selalu menanti-nanti waktu shalat selanjutnya. Ia tetap memiliki pengharapan akan surga, karena hanya di surga kelak dia akan dapat memandang wajah Kekasihnya. Ia takut berada di neraka karena tak mungkin ia dapat hidup selama sedetikpun di sana. Neraka adalah tempat bagi umat yang banyak melanggar larangan-Nya, dan bukan tempat bagi umat yang mencintai Rabbnya dan selalu setia menjalankan syariat-Nya.
Tokoh sufi perempuan yang sangat dihormati seperti Rabiatul Adawiyah yang mengembangkan konsep cinta kepada Rabb, sering menangis karena Allah. Saat orang-orang bertanya kepadanya mengapa ia menangis, Rabiatul Adawiyah menjawab, “Aku takut Allah akan berkata kepadaku disaat menghembus nafas terakhir : jauhkan dia dariKu karena dia tak layak berada di majlis-Ku”.

Lantas dimanakah tempat yang layak agar kelak kita dapat memandang Dzat-Nya yang indah kalau bukan di Surga-Nya? Dimanakah tempat yang tidak layak bagi Allah untuk menampakkan Dzat-Nya selain di Neraka ?

Memisah-misahkan antara cinta (mahabbah), harapan (raja’), dan takut (khauf), terkadang kita perlukan untuk meningkatkan kesadaran rasa cinta kita kepada Allah jalla wa a’la. Terkadang kita membutuhkan syair-syair indah untuk meningkatkan kecintaan kepada Allah. Seperti kalimat: “Bila Surga dan Neraka tak pernah ada, apakah kita masih melakukan apa yang menjadi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya?”

Kalimat-kalimat indah tersebut berfungsi semacam shock terapi cinta kita kepada Tuhan yang wajib kita cintai melebihi apapun. Kalimat tersebut dapat mengingatkan kita bahwa konsep cinta (mahabah) pun penting dalam ibadah, bukan hanya harapan akan pahala dan rasa takut akan Neraka saja. Namun dalam beribadah yang lengkap dan sempurna, ketiga konsep, yaitu: cinta (mahabbah), harapan (raja’), dan takut (khauf) tidak dapat dipisahkan. Jadi janganlah merasa ragu apakah amal ibadah kita masih bisa dikatagorikan ikhlas bila masih memiliki harapan akan surga dan rasa takut akan azab-Nya. Lengkapilah ibadah dengan cinta, harapan, dan rasa takut.

Beribadah tanpa cinta akan membuat ibadah Anda seperti “ibadahnya pedagang”, hanya mencari untung dan menjauhi kerugian. Ciri “ibadah pedagang”adalah bila keinginannya tak terpenuhi ia segera kecewa dan menganggap Tuhan tidak adil.

Beribadah dengan rasa takut saja (khauf) akan membuat Anda menjadi khawarij, yang beberapa sifatnya adalah: buruk sangka, mencela kaum muslim dengan sebutan kafir, berlebihan dalam ibadah, dan sesat sebagaimana pelaku pengeboman bunuh diri di Indonesia.

Beribadah dengan harapan (raja’) saja, akan membuat Anda menjadi murji’ah, yang berpendapat bahwa iman cukup di hati saja bukan perbuatan (shalat, zakat, dan lainnya).
(http://mutiaradibalikmusibah.blogspot.com)

Jumat, 24 September 2010

Pacaran Menurut Kacamata Islam



Sebuah fitnah besar menimpa pemuda pemudi pada zaman sekarang. Mereka terbiasa melakukan perbuatan yang dianggap wajar padahal termasuk maksiat di sisi Alloh subhanahu wa ta’ala. Perbuatan tersebut adalah “pacaran”, yaitu hubungan pranikah antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Biasanya hal ini dilakukan oleh sesama teman sekelas atau sesama rekan kerja atau yang lainnya. Sangat disayangkan, perbuatan keji ini telah menjamur di masyarakat kita. Apalagi sebagian besar stasiun televisi banyak menayangkan sinetron tentang pacaran di sekolah maupun di kantor. Tentu hal ini sangat merusak moral kaum muslimin. Namun, anehnya, orang tua merasa bangga kalau anak perempuannya memiliki seorang pacar yang sering mengajak kencan. Ada juga yang melakukan pacaran beralasan untuk ta’aruf (berkenalan). Padahal perbuatan ini merupakan dosa dan amat buruk akibatnya. Oleh sebab itu, mengingat perbuatan haram ini sudah begitu memasyarakat, kami memandang perlu untuk membahasnya pada kesempatan ini.

Pacaran dari Sudut Pandang Islam

Pacaran tidak lepas dari tindakan menerjang larangan larangan Alloh subhanahu wa ta’ala. Fitnah ini bermula dari pandang memandang dengan lawan jenis kemudian timbul rasa cinta di hati—sebab itu, ada istilah “dari mata turun ke hati”— kemudian berusaha ingin memilikinya, entah itu dengan cara kirim SMS atau surat cinta, telepon, atau yang lainnya. Setelah itu, terjadilah saling bertemu dan bertatap muka, menyepi, dan saling bersentuhan sambil mengungkapkan rasa cinta dan sayang. Semua perbuatan tersebut dilarang dalam Islam karena merupakan jembatan dan sarana menuju perbuatan yang lebih keji, yaitu zina. Bahkan, boleh dikatakan, perbuatan itu seluruhnya tidak lepas dari zina. Perhatikanlah sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:

“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau mendustakannya.” (H.R. Muslim: 2657, alBukhori: 6243)

Al Imam an Nawawi rahimahullah berkata: “Makna hadits di atas, pada anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan farji (kemaluan)nya ke dalam farji yang haram. Ada yang zinanya secara majazi (kiasan) dengan memandang wanita yang haram, mendengar perbuatan zina dan perkara yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan mahromnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau melihat zina, atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya, atau melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita yang bukan mahromnya dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi.” (Syarah Shohih Muslim: 16/156157)

Adakah di antara mereka tatkala berpacaran dapat menjaga pandangan mata mereka dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah (bukan mahrom) atau lak-ilaki ajnabi (bukan mahrom) termasuk perbuatan yang diharamkan?!

Ta’aruf Dengan Pacaran, Bolehkah?

Banyak orang awam beranggapan bahwa pacaran adalah wasilah (sarana) untuk berta’aruf (berkenalan). Kata mereka, dengan berpacaran akan diketahui jati diri kedua ‘calon mempelai’ supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget lagi dengan sikap keduanya dan bisa saling memahami karakter masing-masing. Demi Alloh, tidaklah anggapan ini dilontarkan melainkan oleh orang-orang yang terbawa arus budaya Barat dan hatinya sudah terjangkiti bisikan setan.

Tidakkah mereka menyadari bahwa yang namanya pacaran tentu tidak terlepas dari kholwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath (lakilaki dan perempuan bercampur baur tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal semua itu telah dilarang dalam Islam.

Perhatikanlah tentang larangan tersebut sebagaimana tertuang dalam sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:

“Sekalikali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahromnya.” (H.R. alBukhori: 1862, Muslim: 1338)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa larangan bercampur baur dengan wanita yang bukan mahrom adalah ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Fathul Bari: 4/100)

Oleh karena itu, kendati telah resmi melamar seorang wanita, seorang lakilaki tetap harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan diterima pinangannya itu tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan bercanda dengan wanita yang akan diperistrinya, bebas surat menyurat, bebas bertelepon, bebas berSMS, bebas chatting, atau bercakap-cakap apa saja. Wanita tersebut

Adakah Pacaran Islami?

Ada lagi pemudapemudi aktivis organisasi Islam—yang katanya punya semangat terhadap Islam—disebabkan dangkalnya ilmu syar’i yang mereka miliki dan terpengaruh dengan budaya Barat yang sudah berkembang, mereka memunculkan istilah “pacaran islami” dalam pergaulan mereka. Mereka hendak tampil beda dengan pacaranpacaran orang awam. Tidak ada saling sentuhan, tidak ada pegangpegangan. Masingmasing menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan berdzikir kepada Alloh q serta mengingatkan tentang akhirat, surga, dan neraka. Begitulah katanya!

Ketahuilah, pacaran yang diembelembeli Islam ala mereka tak ubahnya omong kosong belaka. Itu hanyalah makar iblis untuk menjerumuskan orang ke dalam neraka. Adakah mereka dapat menjaga pandangan mata dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah atau lakilaki ajnabi termasuk perbuatan yang diharamkan?! Camkanlah firman Alloh

“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada lakilaki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanitawanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka” …. (Q.S. anNur [24]: 3031)

Tidak tahukah mereka bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi laki-laki? Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (H.R. al-Bukhori: 5096)

Segeralah Menikah Bila Sudah Mampu

Para pemuda yang sudah berkemampuan lahir dan batin diperintahkan agar segera menikah. Inilah solusi terbaik yang diberikan Islam karena dengan menikah seseorang akan terjaga jiwa dan agamanya. Akan tetapi, jika memang belum mampu maka hendaklah berpuasa, bukan berpacaran. Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu menikah maka segeralah menikah karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi).” (H.R. al-Bukhori: 5066)

Al-Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Yang dimaksud mampu menikah adalah mampu berkumpul dengan istri dan memiliki bekal untuk menikah.” (Fathul Bari: 9/136)

Dengan menikah segala kebaikan akan datang. Itulah pernyataan dari Alloh subhanahu wa ta’ala yang tertuang dalam Q.S. ar-Rum [30]: 21. Islam menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya tempat pelepasan hajat birahi manusia terhadap lawan jenisnya. Lebih dari itu, pernikahan sanggup memberikan jaminan dari ancaman kehancuran moral dan sosial. Itulah sebabnya Islam selalu mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi manusia untuk segera melaksanakan kewajiban suci itu.

Nasihat

Janganlah ikut-ikutan budaya Barat yang sedang marak ini. Sebagai orang tua, jangan biarkan putra-putrimu terjerembab dalam fitnah pacaran ini. Jangan biarkan mereka keluar rumah dalam keadaan membuka aurat, tidak memakai jilbab, atau malah memakai baju ketat yang membuat pria terfitnah dengan penampilannya. Perhatikanlah firman Alloh subhanahu wa ta’ala:

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Alloh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. alAhzab [33]: 59)

Wallohu A’lam.

Sumber:
http://ratih1727.multiply.com/journal/item/288

Rabu, 01 September 2010

Melepas Kepergian Ramadhan



Berbeda dengan kebanyakan kita yang pada umumnya merasa gembira serta menampakkan wajah sumringah saat menghadapi hari-hari terakhir Ramadhan, syahdan apa yang diperlihatkan oleh para sahabat Rasulullah justru sebaliknya. Di saat-saat semacam itu justru mereka pada umumnya akan lebih banyak menunjukkan wajah yang sedih serta hati yang gundah-gulana. Mengapa? Berikut antara lain yang menjadi alasan-alasannya.

Pertama, mereka agaknya sungguh memahami dan menghayati benar serta benar-benar memahami dan menghayati atas sejumlah kekayaan kandungan hikmah bulan tersebut dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Seperti kita tahu Ramadhan bukan hanya merupakan bulan yang penuh dengan taburan hikmah, berkah, serta rahmat dan ampunan-Nya, tetapi ia juga merupakan hari-hari di mana Allah melipatgandakan nilai pahala bagi setiap kebajikan yang dilakukan serta menyediakan sebuah malam keberkahan (laitul qadr) yang nilainya lebih utama dibandingkan dengan seribu bulan. Nah, jika bulan yang sarat dengan keunggulan tersebut kini akan segera meninggalkannya ?padahal di tahun depan tidak ada jaminan sama sekali dari Allah apakah mereka masih diberi kesempatan untuk menikmatinya lagi-- wajarlah jika mereka menanggung kesedihan hati yang dalam. Oleh karena itu bagaikan orang yang masih dilanda rasa lapar dan di hadapannya tersedia semua makanan dan minuman yang lezat dan enak namun waktu yang diberikan untuk menikmatinya tinggal beberapa menit lagi, di sisa-sisa penghujung Ramadhan dengan penuh kesungguhan mereka akan berusaha sekuat daya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas amaliyah ibadahnya. Seperti dalam hal tadarus Al-Quran, qiyamulail, serta bagi mereka yang mampu dalam mengeluarkan infak, sadaqah, serta menyantuni fakir-miskin. Selain itu, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw., pada sepuluh hari terakhir mereka akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan i?tikaf di masjid.

Kedua, penyebab kesedihan serta kegundahgulanaan mereka karena khawatir andai seluruh bentuk amaliyah Ramadhannya tidak ada nilainya dalam pandangan Allah. Kualitas shaum mereka khawatir sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah hanyalah sekadar beroleh ?rasa haus dan lapar saja?. Begitu pula tadarus Al-Quran, qiyamulail, infak-sodaqohnya, mereka cemas --karena misalnya tercemari oleh unsur-unsur riya, takabur, dan sombong-- tidak ada nilainya sama sekali di mata Allah. Mereka sadar betul seandainya hal- hal yang sedemikian itu menghinggapi mereka, maka madrasah Ramadhan yang bertujuan untuk membentuk manusia taqwa sebagaimana yang dikehendaki dalam surat Al-Baqarah 183 pastilah akan jauh dari jangkauan Atas dasar kedua alasan di atas, syahdan pada setiap malam penghabisan Ramadhan Ali bin Abi Thalib r.a. sambil menampakkan wajah yang cemas serta berlinangan air mata menyampaikan pertanyaan-pernyataan retoris seperti ini: ?Wahai dapatkah kiranya aku mengetahui siapakah gerangan orang yang telah pasti diterima amalan puasanya, supaya aku dapat mengucapkan selamat berbahagia kepadanya? Dan siapakah orang-orang yang bernasib malang, karena tidak diterima puasanya oleh Allah, supaya aku dapat menghibur hatinya??.

Hal serupa juga dilakukan oleh sahabat Ibnu Mas'ud dengan pernyataannya: "Wahai saudaraku yang telah pasti diterima amaliyah puasanya, selamat dan berbahagialah dirimu. Dan wahai saudaraku yang yang ditolak amaliyah puasanya, aku turut berdoa semoga Allah akan menutup bencana yang akan menimpa dirimu". Menurut para ulama atas dasar semacam itu pula maka menjadi dapat dimengerti jika tahniah (ucapan selamat) yang biasanya dilakukan oleh para sahabat saat bertemu dengan sesamanya saat berhari raya Idul Fitri, berupa saling menyampaikan doa: Taqabbala lahu minna waminka (minkum), yang artinya: semoga Allah berkenan menerima (amaliyah Ramadhan) diriku dan dirimu". Dan bukan ucapan: minal aidin wal faizin (yang artinya: "semoga kita menjadi orang yang kembali" tapi kerap disalahkaprahkan oleh sebagian kita menjadi "mohon maaf lahir bathin").

Begitu pula saat memasuki hari 1 Syawal (lebaran), cara-cara para sahabat Rasulullah bertakbir, takhmid dan tahlil --karena ruhani mereka ada dalam atmosfir sebagaimana digambarkan itu? lebih banyak dilakukan dengan penuh rasa penghayatan, tawadhu, serta jauh dari sikap arogan dan hingar-bingar. Dan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulllah ucapan takbir, takhmid dan tahlil tersebut lebih banyak mereka lakukan saat mereka menuju ke tanah lapang untuk sholat Idul Fitri. Begitulah contoh yang diperlihatkan oleh para sahabat yang mulia kepada kita dalam melepas kepergian bulan Ramadhan dan menyambut kedatangan hari kemenangan. Sungguh, seandainya saja cara-cara para sahabat Rasulullah tersebut kita jadikan pedoman, niscaya setiap kali kita menghadapi hari-hari terakhir bulan Ramadhan kita tidak perlu melihat kumpulan manusia yang berjejalan mentawafi pasar dan pusat-pusat perbelanjaan, atau menyaksikan lautan orang di terminal-terminal bis dan stasiun kereta, serta kemacetan pada hampir seluruh ruasan jalan. Begitu pula saat tibanya malam 1 Syawal kita tidak perlu melihat lagi sebagian kaum muslimin melakukan aktivitas takbiran dengan cara-cara yang dapat mengganggu ketentraman dan kenyamanan orang lain dan mengesankan sebuah kearoganan. Seperti melakukan konvoi takbir keliling semalam suntuk dengan menggunakan alat pengeras suara sambil menabuhi bedug yang tiada henti.

Idul Fitri memang merupakan hari kemenangan yang patut disyukuri dan dan dirayakan, khususnya bagi mereka yang berhasil melakukannya ibadah Ramadhannya penuh dengan kesungguhan dan perhitungan (ihtisaaban). Akan tetapi perayaannya harus senantiasa tetap berada dalam koridor ajaran Al-Quran dan sunnah Nabawiyyah dan bukan dengan melakukan hal aneh-aneh, sehingga dapat mencoreng wajah Islam yang damai, ramah serta dan menawarkan kesejukan bagi semesta alam (rahmatan lilalamin).
__________
Kholid A.Harras
Sumber: http://alirsyad.net

Seputar Tentang K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle dapat dibaca di http://ifuljihad.blogspot.com

Rabu, 11 Agustus 2010

7 AMALAN DI BULAN RAMADHAN



Bulan Rhamadan segera tiba.hendaknya kita mempersiapakan diri kita untuk lebih bertaqwa. Untuk menambah keimanan kita. Namun, selain berpuasa wajib di bulan Rhamadan, hendaknya anda pun mengetahui 7 amalan rhamadan lain yang biasa menambah pahala di bulan suci itu. Amin,

1. Membaca Al-Quran.
Bulan Ramadhan adalah bulan Alquran sesuai dengan sunnah Nabi Saw. Ibnu Abbas RA berkata :”Nabi (Muhammad Saw) adalah orang yang paling dermawan diantara manusia. Kedermawanannya meningkat saat malaikat Jibril menemuinya setiap malam hingga berakhirnya bulan Ramadhan, lalu Nabi membacakan Alquran dihadapan Jibril. Pada saat itu kedermawanan Nabi melebihi angin yang berhembus.”

Hadist tersebut menganjurkan kepada setiap muslim agar bertadarus Alquran, dan mengadakan ijtima’/berkumpul dalam majlis Alquran dalam bulan Ramadhan.


2. Menahan hawa nafsu dan kesenangan duniawi.
Yaitu dengan mengurangi makan ketika berbuka serta tidak berlebih-lebihan. Dalam sebuah hadist dikatakan “Tidak ada perkara yang lebih buruk dari pada memenuhi isi perut dengan makanan secara berlebihan”, Ruh puasa terletak pada memperlemah syahwat, mengurangi keinginan dan mengekang nafsu.

Dari Sahal bin Sa’ad ra Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya di surga ada salah satu pintu yang dinamakan Rayyan; masuk dari pintu tersebut ahli puasa di hari kiamat, tidak ada yang masuk dari pintu itu selain ahli puasa, lalu diserukan “Manakah para ahli puasa?’, maka berdirilah para ahli puasa dan tak ada seorangpun yang masuk dari pintu itu kecuali mereka yang tergolong para ahli puasa, dan apabila mereka sudah masuk, maka pintu sorga tersebut segera tertutup, dan tak ada satupun yang diperbolehkan masuk setelah mereka .” (Bukhari Muslim).

3. Qiyamullail (Tahajjud).
Solat Tarawih hukumnya sunat menurut kesepakatan para ulama juga disunatkan untuk mengkhatamkan Alquran selama solat Tarawih. Hadits-hadits yang menerangkan tentang Qiyamullail adalah : Sabda Rasulullah Saw : “Barang siapa menghidupan malam Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan mendapatkan ridho Allah Swt semata, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lampau.

4. Berlomba-lomba dalam bersedekah.
Hendaknya berusaha untuk selalu memberikan ifthar (berbuka) bagi mereka yang berpuasa walaupun hanya seteguk air ataupun sebutir korma sebagaimana sabda Rasulullah yang berbunyi : “Barang siapa yang memberi ifthar (untuk berbuka) orang orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun.” (Bukhari Muslim)

5. I’tikaf di Sepuluh hari Terakhir Bulan Ramadhan.
I’tikaf di sepuluh terakhir bulan Ramadhan merupakan penyempurna ibadah puasa. Ini karena I’tikaf artinya mengkonsentrasikan diri menghadap Allah, mendekatkan diri kepada-Nya dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada-Nya. Hingga kecintaannya semata hanya kepada Allah, mengalahkan kecintaannya kepada selain Allah. Inilah tujuan I’tikaf di hari-hari terakhir bulan Ramadhan, hari yang paling utama selama bulan tersebut. Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan merupakan keutamaan yang dipilih oleh Allah Swt.

6. Menjauhi Larangan Agama.
Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang mukmin adalah menjaga lisan dari mengguncing dalam keadaan berpuasa sebagaimana :”Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan ghibah maka tiada artinya di sisi Allah baginya berpuasa dari makan dan minum” (HR: Bukhari)

Sumber:
http://mahamaia.wordpress.com

Jumat, 06 Agustus 2010

Serba-Serbi Ramadhan: Amalan – Amalan yang Berhubungan Dengan Puasa



1. Niat

Jika telah masuk bulan Ramadhan, wajib atas setiap muslim untuk berniat puasa pada malam harinya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من لم يجمع الصيام قبل الفجر فلا صيام له

“Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tiada baginya puasa itu.” (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan al-Baihaqy dari Hafshah binti Umar)

Niat tempatnya di hati sedang melafalkannya itu termasuk kebid’ahan. Kewajiban berniat puasa pada malam hari khusus untuk puasa wajib saja.

2. Waktu Puasa

Adapun waktu puasa dimulai dari terbit fajar subuh sampai terbenam matahari dengan dalil firman Allah,

“Dan makan dan minumlah kalian sampai jelas bagi kalian putihnya siang dan hitamnya malam dari fajar.” (QS. Al-Baqarah, 2:186)

Dan perlu diketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa fajar ada dua:

a. Fajar Kazib (fajar awal). Dalam waktu ini belum boleh dilakukan solat subuh dan dibolehkan untuk makan dan minum bagi yang berpuasa.

b. Fazar Shodiq (fajar yang kedua/subuh) sebagaimana hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الفجر فجران: فأما الأول فإنه لا يحرم الطعام ولا يحل الصلاة وأما الثاني فإنه يحرم الطعام و يحل الصلاة

“Fajar itu ada dua. Adapun yang pertama, maka dibolehkan makan dan tidak boleh melakukan sholat, sedang yang kedua, maka diharamkam makan dan dibolehkan sholat.” (Riwayat Ibnu Khuzaimah, al-Hakim, ad-Daruqutny, dan al-Baihaqy dengan sanad yang sahih)

Untuk mengenal keduanya dapat dilihat dari bentuknya. Fajar yang pertama, bentuknya putih memanjang vertikal seperti ekor serigala. Sedangkan fajar yang kedua, berwarna merah menyebar horisontal (melintang) di atas lembah-lembah dan gunung-gunung dan merata di jalanan dan rumah-rumah, dan jenis ini yang ada hubungannya dengan puasa.

Jika tanda-tanda tersebut telah tampak, maka hentikanlah makan dan minum serta bersetubuh. Sedangkan adat yang ada dan berkembang saat ini – yang dikenal dengan nama imsak – merupakan satu kebidahan yang seharusnya ditinggalkan. Dalam hal ini, al-Hafizh Ibnu Hajar – seorang ulama besar dan ahli hadits yang bermazhab Syafi’i yang meninggal tahun 852 H – berkata dalam kitabnya yang terkenal Fath al-Bary Syarh al-Jami’ ash-Shohih (4/199), “Termasuk kebidahan yang mungkar adalah apa yang terjadi pada masa ini, yaitu mengadakan azan yang kedua kira-kira sepertiga jam sebelum fajar dalam bulan Ramadhan dan mematikan lentera-lentera sebagai alamat untuk menghentikan makan dan minum bagi yang ingin berpuasa, dengan persangkaan bahwa apa yang mereka perbuat itu demi kehati-hatian dalam beribadah. Hal seperti itu tidak diketahui, kecuali dari segelintir orang saja. Hal tersebut membawa mereka untuk tidak azan, kecuali setelah terbenam beberapa waktu (lamanya) untuk memastikan (masuknya) waktu-menurut persangkaan mereka- lalu mengakhirkan buka puasa dan mempercepat sahur. Maka mereka telah menyelisihi sunnah Rasulullah. Oleh karena itu, sedikit sekali kebaikan mereka dan lebih banyak kejelekan pada diri mereka. الله المستعان .”

Setelah jelas waktu fajar, maka kita menyempurnakan puasa sampai terbenam matahari lalu berbuka sebagaimana disebutkan dalam hadits Umar radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا أقبل الليل من ههنا و أدبر النهار من ههنا وغربت الشمس فقد أفطر الصائم

“Jika telah datang waktu malam dari arah sini dan pergi waktu siang dari arah sini serta telah terbenam matahari, maka orang yang berpuasa telah berbuka.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Waktu berbuka tersebut dapat dilihat dengan datangnya awal kegelapan dari arah timur setelah hilangnya bulatan matahari secara langsung. Semua itu dapat dilihat dengan mata telanjang tidak memerlukan alat teropong untuk mengetahuinya.

3. Sahur

3.1. Hikmahnya

Setelah mewajibkan berpuasa dengan waktu dan hukum yang sama dengan yang berlaku bagi orang-orang sebelum mereka, maka Allah mensyariatkan sahur atas kaum muslimin dalam rangka membedakan puasa mereka dengan puasa orang-orang sebelum mereka, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Sa’id al-Khudriy:

فصل ما بين صيامنا وصيام أهل الكتاب أكلة السحور

“Yang membedakan antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (Riwayat Muslim)

3.2. Keutamaannya

Keutamaan sahur antara lain:

1. Sahur adalah berkah sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إنها بركة أعطاكم الله إياها فلا تدعوه

“Sesungguhnya dia adalah berkah yang diberikan Allah kepada kalian, maka jangan kalian meninggalkannya.” (Riwayat an-Nasai dan Ahmad dengan sanad yang sahih)

Sahur sebagai suatu berkah dapat dilihat dengan jelas karena sahur itu mengikuti sunnah dan menguatkan orang yang berpuasa serta menambah semangat untuk menambah puasa dan juga mengandung nilai menyelisihi ahli kitab.

2. Shalawat dari Allah dan malaikat bagi orang yang bersahur, sebagaimana yang ada dalam hadits Abu Sa’id al-Khudry radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

السحور أكلة البركة، فلا تدعوه ولو أن يجرع أحدكم جرعة من ماء فإن الله وملائكته يصلون على المتسحرين

“Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan walaupun salah seorang dari kalian hanya meneguk seteguk air, karena Allah dan para malaikat bersalawat atas orang-orang yang bersahur.” (Riwayat Ibnu Abu Syaibah dan Ahmad)

3.3. Sunnah Mengakhirkannya

Disunnahkan memperlambat sahur sampai mendekati subuh (fajar) sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dari Zaid bin Tsabit, beliau berkata,

“Kami bersahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau pergi untuk solat.” Aku (Ibnu Abbas) bertanya, “Berapa lama antara azan dan sahur?” Beliau menjawab, “Sekitar 50 ayat.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

3.4. Hukumnya

Sahur merupakan sunnah yang muakkad dengan dalil:

a. Perintah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk itu sebagaimana hadits yang terdahulu dan juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

تسحروا فإن في السحور بركة

“Bersahurlah karena dalam sahur terdapat berkah.” (Riwayat al-Bukhariy dan Muslim)

b. Larangan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dari meninggalkannya sebagaimana hadits Abu Sa’id yang terdahulu. Oleh karena itu, al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fath al-Bary (3/139) menukilkan ijmak atas kesunnahannya.

4. Perkara-Perkara yang Membatalkan Puasa

Di dalam puasa ada perkara-perkara yang merusaknya, yang harus dijauhi oleh seorang yang berpuasa pada siang harinya. Perkara-perkara tersebut adalah:

a. Makan dan minum dengan sengaja sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Dan makanlah dan minumlah kalian sampai jelas baggi kalian benang putih siang dari benang hitam malam dari fajar.” (QS. Al-Baqarah, 2:186)

b. Sengaja untuk muntah (muntah dengan sengaja).

c. Haid dan nifas.

d. Injeksi yang berisi makanan (infus).

e. Bersetubuh.

Kemudian ada perkara-perkara lain yang harus ditinggalkan oleh seorang yang berpuasa, yaitu:

1. Berkata bohong sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan berkata bohong dan beramal dengannya, maka Allah tidak butuh dengan usahanya meninggalkan makan dan minum.” (Riwayat al-Bukhari)

2. Berbuat kesia-siaan dan kejahatan (kejelekan) sebagaimana disebutkan dalam hadits

Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّراَبِ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ إِنِّيْ صَائِمٌ إِنِّيْ صَائِمٌ

“Bukanlah puasa itu (menahan diri) dari makan dan minum. Puasa itu hanyalah (menahan diri) dari kesia-siaan dan kejelekan, maka kalau seseorang mencacimu atau berbuat kejelekan kepadamu, maka katakanlah, ‘Saya sedang puasa. Saya sedang puasa.’” (Riwayat Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim)

5. Perkara-Perkara yang Dibolehkan

Ada beberapa perkara yang dianggap tidak boleh padahal dibolehkan, di antaranya:

* a. Orang yang junub sampai datang waktu fajar sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah dan Ummu Salamah, keduanya berkata: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan fajar (subuh) dalam keadaan junub dari keluarganya kemudian mandi dan berpuasa.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
* Bersiwak.
* Berkumur dan memasukkan air ke hidung ketika bersuci.
* Bersentuhan dan berciuman bagi orang yang berpuasa dan dimakruhkan bagi orang-orang yang berusia muda.
* Injeksi yang bukan berupa makanan.
* Berbekam.
* Mencicipi makanan selama tidak masuk ke tenggorokan.
* Memakai penghitam mata (celak) dan tetes mata.
* Menyiram kepala dengan air dingin dan mandi.

6. Orang-Orang yang Dibolehkan Tidak Berpuasa

Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang mudah. Oleh karena itu, ia memberikan kemudahan dalam puasa ini kepada orang-orang tertentu yang tidak mampu atau sangat sulit untuk berpuasa. Mereka itu adalah sebagai berikut:

* Musafir (orang yang sedang dalam perjalanan/bepergian ke luar kota).
* Orang yang sakit.
* Wanita yang sedang haid atau nifas.
* Orang yang sudah tua dan wanita yang sudah tua dan lemah.
* Wanita yang hamil atau menyusui.

7. Berbuka Puasa

7.1. Waktu berbuka

Berbuka puasa dilakukan pada waktu terbenam matahari dan telah lalu penjelasannya pada pembahasan waktu puasa.

7.2. Mempercepat Buka Puasa

Termasuk dalam sunnah puasa adalah mempercepat waktu berbuka dalam rangka mengikuti contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya sebagaimana yang dikatakan oleh Amr bin Maimun al-Audy bahwa sahabat-sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling cepat berbuka dan paling lambat sahurnya. (Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam al-Musannaf no 7591 dengan sanad yang disahihkan Ibnu Hajar dalam Fath al-Bary 4/199)

Adapun manfaatnya adalah:

1. Mendapatkan kebaikan sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Sahl bin Saàd radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَزَالُ النَّاسَ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ

“Manusia akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka mempercepat buka puasanya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

2. Merupakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

3. Dalam rangka menyelisihi ahli kitab sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ الدَّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ، لأَنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُوْنَهُ

“Agama ini akan senantiasa menang selama manusia (kaum muslimin) mempercepat buka puasanya karena orang-orang Yahudi dan Kristen (Nashrani) mengakhirkannya.” (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Hibban dengan sanad hasan)

Buka puasa dilakukan sebelum sholat maghrib karena itu merupakan akhlak para nabi. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi kita untuk berbuka dengan kurma dan kalau tidak ada kurma, maka memakai air. Ini merupakan kesempurnaan kasih sayang dan perhatian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap umatnya.

8. Adab Orang yang Berpuasa


Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk beradab dengan adab-adab yang syar’i, di antaranya:

* Memperlambat sahur.
* Mempercepat berbuka puasa.
* Berdoa ketika berpuasadan ketika berbuka.
* Menahan diri dari perkara-perkara yang merusak puasa.
* Bersiwak.
* Berderma dan tadarus Al-Qur’an.
* Bersungguh-sungguh dalam beribadah khususnya pada sepuluh hari terakhir.

***

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel www.muslim.or.id

Rabu, 04 Agustus 2010

Marhaban ya Ramadhan



Ya….Hitungan hari tinggal sedikit.... bulan Ramadhan menjelang. Subhanallah Ya Allah..

Saya jadi teringat doa para sahabat, generasi awal Islam, “Ya Allah.., berilah aku sempatan menghirup udara bulan Ramadhan”. Doa itu mereka lantunkan.. enam bulan sebelum ramadhan menjelang. Subhanallah… Nikmat bulan ke sembilan dalam kalender hijriah ini memang begitu menggoda. Membuat seluruh umat merindukan hingga ke dalam lubuk hati terdalam.

Mulai dari nikmat teguk pertama dikala buka.. yang membasuh kering tenggorokan. Hingga kemurahan Allah melalui limpahan bonus untuk setiap langkah beramal. Diluar itu semua.. primadona yang sangat dinanti.. adalah Malam seribu bulan. (sebagian orang mengartikan malam ini, setara dengan seribu bulan atau sama dengan jumlah malam selama 83 tahun… Subhanallah. Kita saja, belum tentu akan diijinkan hidup selama itu)

Ada 9 tips yang sering dianjurkan untuk “sukses ramadhan”

1. Sungguh-sungguh memohon kepada Allah swt, agar diijinkan berjumpa dengan Ramadhan dalam keadaan sehat lahir batin. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. apabila masuk bulan Rajab selalu berdoa, ”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan. Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami ke bulan Ramadan.” (HR. Ahmad dan Tabrani)

2. Perbanyak membaca kalimat tayyibah. (Alhamdulillah, Subhanallah, MasyaAllah, Allahu Akbar, Astaghfirullah dsb) Dengan demikian lidah, hati dan pemikiran kita akan terjalin kuat dengan kebesaran Allah. Ada “klik”.. yang tercipta. (Insya Allah)

3. Bersyukur dan menantikan dengan penuh kegembiraan datangannya bulan Ramadhan. Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya setiap kali datang bulan Ramadhan: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).

4. Usahakan untuk membuat rencana kegiatan harian untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadhan. Detik-detik dalam bulan Ramadhan sangat istimewa… dengan membuat rencana tsb, mudah-mudahan kita dapat lebih berkualitas dalam menjalaninya.. (contoh rencana menyambut bulan Ramadhan dapat di lihat disini : Ramadhan akan segera tiba. Yang saya peroleh dari sebuah situs negara tetangga beberapa tahun yang lalu)

5. Memperkuat tekad.. berniat sungguh-sungguh untuk mengisi waktu-waktu Ramadhan dengan ketaatan. Insya Allah, jika kita bersungguh-sungguh dan tulus kepada Allah swt., maka insya Allah, Allah swt. akan banyak memberikan bantuan, kemudahan dalam melaksanakan setiap aktifitas yang kita rencanakan (pada point 4). “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” QS Muhamad:21.

6. Sebelum memasuki bulan Ramadhan, kita memperlajari aturan tentang puasa (fiqh). Tanpa ilmu.. ibadah kita tak kan sempurna. Bertanya kepada orang-orang yang berilmu, agar tidak ada kesimpang siuran. “Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahu.” Al-Anbiyaa’ ayat 7.

7. Usahakan banyak menghadiri majelis taklim. Agar hati ini menjadi tenang, bersih dan penuh dengan semangat ke-Islaman. Akan memompakan semangat dan memperbesar tekad. Apalagi jika ditambah dengan terhubung kembali jalinan silahturahmi antara sesama hamba Allah. Saling mengingatkan.. saling mendukung. Subhanallah..

8. Lakukan Taubat yang sesungguh-sungguhnya taubat (taubatan nashuha). “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” An-Nur:31. Melakukan perubahan secara menyeluruh. Kembali kepada Allah azza wa jalla. Membenahi ikatan dengan Nabi Muhammad saw.. (membaca sirah Nabiwiyah). Menjadikan Nabi Muhammad saw, kembali sebagai satu-satu idola. Berusaha meniru dan menjalankan sunnahnya. Bersiap untuk menjadi bagian dari penyebar

9. Berusaha menjalin silahturahmi kembali dengan orang tua, saudara, kerabat, tetangga, hadai taulan. Ajak semua orang untuk sama-sama mempersiapkan diri dengan baik.

Jadwal Puasa dan Imsakiyah dapat didownload disini:
http://abibakarblog.com/hari-raya/jadwal-puasa-dan-imsakiyah-1-ramadhan-1431-h/

Kamis, 01 Juli 2010

Hikmah dalam Tawakkal



MENURUT bahasa “tawakkal” itu beerti berserah diri, mempercayakan diri atau mewakilkan. Menurut syariat pula tawakkal beerti “mempercayakan diri kepada Allah SWT dalam melaksanakan suatu rancangan, bersandar kepada kekuatan-Nya dalam melaksanakan suatu pekerjaan, berserah diri di bawah perlindungan-Nya pada waktu menghadapi kesukaran”.

Dengan pengertian tersebut dapatlah ditegaskan bahawa tawakkal itu berkaitan dengan suatu rencana yang tetap (keputusan) atau kemahuan (azam) yang disertai dengan ikhtiar melaksanakan rencana itu. Ikhtiar dilakukan dalam memenuhi tertib atau sunatullah sahaja. Namun keyakinan tetap bulat kepada Allah SWT.

Allah berfirman yang bermaksud:

“Adakanlah musyawarah dengan mereka dalam beberapa urusan, dan bila engkau telah mempunyai ketetapan hati, maka berserah dirilah kepada Allah.” (Surah Ali-Imran: 159)

Firman Allah SWT yang bermaksud:

“Berpalinglah dari mereka itu, dan berserah dirilah kepada Allah. Dan cukuplah Allah itu sebagai pelindung.” (Surah An-Nisa’: 81)

Berhubungan dengan perkaitan erat antara tawakkal dengan rencana yang matang (ketetapan hati) dan ikhtiar melaksanakan rencana itu, maka adalah sesuatu kekeliruan jika tawakkal itu diertikan sebagai berdiam diri tanpa ikhtiar sama sekali, misalnya mengharapkan sembuh dari penyakit tanpa berubat atau mengharapkan hidup makmur tanpa bekerja.

Banyak dalil dalam Al-Quran dan hadis yang menjelaskan pentingnya ikhtiar, usaha dan bekerja. Dalam berikhtiar itulah proses usaha dan redha menerima “buah” daripada pekerjaan itu, banyak ataupun sedikit. Suatu contoh digambarkan dalam suatu hadis:

“Telah datang kepada Rasulullah SAW seorang lelaki yang hendak meninggalkan unta yang dikendarainya terlepas begitu saja di pintu masjid, tanpa ditambatkan terlebih dulu. Dia bertanya: ‘Ya Rasulullah! Apakah unta itu saya tambatkan lebih dahulu kemudian saya tawakkal, atau saya lepaskan saja dan sesudah itu saya tawakkal? Rasulullah SAW menjawab: ‘Tambatkan lebih dahulu dan kemudian bertawakkallah engkau!” (Riwayat Tirmidzi)

Pernyataan Tawakkal

Tawakkal itu termasuk pekerjaan hati, terpaut di hati dalam menghadapi sesuatu persoalan atau pekerjaan, di mana manusia merasa bahawa dengan kekuatan sendiri tidak akan sanggup menghadapinya tanpa bersandar kepada kekuatan Allah SWT.

Apa yang terpaut dalam hati dengan keyakinan tersebut dipancarkan ke luar dengan mengucapkan ‘hasballah’ sebagai berikut:

Hasbi Allah wa ni’mal wakil
“Allah cukup bagiku dan Ia sebaik-baik Penjaga”

Demikian juga dengan lafaz-lafaz ‘hauqalah’:

Laa hawala walaa quawwata illa billaah
“Tiada daya upaya melainkan dengan kekuatan Allah”

Selain daripada itu dalam hadis ditemukan sejumlah doa dan zikir yang isinya mengandungi pernyataan tawakkal kepada Allah dalam menghadapi urusan penting dan keadaan genting.

Salah satu kaifiat tawakkal dalam menghadapi suatu rencana penting yang masih samar hasilnya, apakah kelak membahayakan ataukah menguntungkan dunia dan agama, ialah dengan cara solat istikharah, mengerjakan sembahyang dua rakaat kemudian mengucapkan doa istikharah, mohon kepada Allah agar dipilihkan dan ditakdirkan mana yang lebih baik dan bermanfaat bagi dunia dan agama kemudian redha menerima keputusan apa saja yang berkaitan dengannya.

Perintah Bertawakkal dan Bidang Penerapannya

*

Bertawakkal dalam segala urusan bukan hanya termasuk antara sikap rohani yang baik dan terpuji, bahkan ianya memang diperintahkan oleh Allah SWT. Tawakkal adalah satu manifestasi keyakinan kepada kekuasaan Allah SWT bahawa hanyalah Allah yan berkuasa berbuat sesuatu, sedangkan makhluk tidak berkuasa dan lemah sekali, di mana pada setiap ketika memerlukan pertolongan Allah SWT:

“Dan bertawakkallah engkau kepada Tuhan yang hidup, tiada mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya.” (Al-Furqan: 58)

Firman Allah yang bermaksud: “Dan kepada Allah-lah hendaknya berserah diri orang-orang yang beriman.” (Ibrahim: 11)

*

Penerapan tawakkal pada prinsipnya meliputi segala urusan dan pekerjaan yang baik dan segala keadaan yang sulit. Salah satu di antaranya ialah dalam melaksanakan sesuatu perancangan yang sudah matang dalam suatu usaha, pembangunan, perjuangan dan sebagainya. Apabila hati telah padu dan jitu dalam melakukan sesuatu, maka selainnya diserahkan kepada ketentuan Allah jua. Dia Yang Maha Berkehendak dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu:

“Apabila engkau telah mempunyai ketetapan hati (azam) maka bertawakkallah kepada Allah.” (Ali-Imran: 159)

Demikian juga dalam kegiatan ekonomi, berusaha mencari rezeki untuk memenuhi keperluan hidup hendaklah disertai pula dengan tawakkal, sesuai dengan pernyataan Al-Quran:

“Tiap-tiap yang melata di muka bumi ini sudah ditentukan Allah rezekinya. Dia mengetahui kediamannya dan tempat penyimpanannya.” (Hud: 6)

Sewaktu menghadapi musuh dalam peperangan, setelah mempersiapkan alat-alat perlengkapan perang, pengetahuan taktik dan strategi haruslah disertai dengan kekuatan mental, berupa tawakkal kepada Allah SWT. Di sebalik kekuatan alat-alat, otot dan otak harus dilandasi dengan kekuatan hati yang penuh tawakkal. Demikian sikap tawakkal ini telah dihayati oleh tentera Islam dalam peperangan-peperangan antara lain dalam perang Ahzab.

“Dan tatkala mukminin melihat golongan-golongan (masuk Islam) itu, mereka berkata: ‘Inilah dia apa yang dijanjikan kepada kita oleh Allah dan Rasul-Nya, dan benar Allah dan Rasul-Nya. Dan tiadalah menambah bagi mereka melainkan Iman dan penyerahan diri (kepada Allah).” (Al-Ahzab: 22)

Dalam bidang politik untuk mencapai kemenangan perjuangan Islam, umat Islam wajib berjuang mengatur pula politik dalam menghadapi lawan, seraya bertawakkal kepada Allah SWT:

“Dan jika mereka mahu menipumu, maka sesungguhnya cukuplah bagimu Allah. Ialah yang teguhkan dengan pertolongan-Nya dan dengan mukminin.” (Al-Anfal: 62)

Sewaktu menghadapi bencana dan bahaya yang akan menyerang diperlukan bertawakkal, seraya melakukan segala persiapan yang diperlukan untuk menolak bahaya itu. Misalnya ketika kaum muslimin di zaman Rasulullah dihasut untuk dihancurkan oleh tentera musuh yang besar jumlahnya. Mereka sedia bertempur seraya berkata: “Hasbunallah wa ni’mal wakill” (cukuplah bagi kami Allah SWT dan sebaik-baik Pemelihara).

Suatu contoh lagi di kala menjangkitnya wabak, di samping mengambil langkah-langkah pencegahan (tindakan berjaga-jaga) ia hendaklah disertai juga dengan tawakkal. Suatu peristiwa terjadi di zaman Khalifah Umar. Rombongan sahabat yang menuju Syam mendengar berita berjangkitnya wabak taun di negeri yang dituju itu. Dalam rombongan timbul dua pendapat, sebahagian ingin meneruskan perjalanan dan sebahagian lagi ingin pulang.

Umar bin Khattab memutuskan pulang. Tetapi timbul pertanyaan yang menentang: “Apakah anda akan melarikan diri dari takdir Allah SWT?” Umar menjawab: “Ya, lari dari takdir Tuhan kepada takdir Tuhan juga.” Diberikan perbandingan jika mempunyai ternakan di mana tersedia dua bahagian, yang satu kering dan yang lainnya subur, tentu saja lebih baik memilih bahagian yang subur. Perkara ini menunjukkan bahawa ikhtiar menghindari penyakit (tindakan berhati-hati) perlu dilakukan, seraya bertawakkallah kepada Allah. Pendapat Umar ini diperkuat oleh sabda Nabi yang disampaikan oleh Abdurrahman bin Auf:

“Apabila kamu mendengar penyakit berjangkit terjadi di suatu negeri, maka janganlah kamu datang ke tempat itu. Dan kalau kamu sedang berada dalam negeri yang tengah berjangkit penyakit menular itu, maka janganlah kamu keluar dari negeri itu, kerana hendak melarikan diri.” (Riwayat Bukhari)

Bertawakkal di kala menghadapi bahaya ditunjukkan pula oleh Nabi Ibrahim AS ketika akan dicampakkan ke dalam api oleh orang kafir, dengan membaca: “Hasbiyallahu wa ni’mal wakil.”

Dalam pada itu di kala hendak tidur, di mana seseorang akan kehilangan kekuatan dan tidak tahu apa yang akan terjadi sepanjang waktu tidur itu, maka hendaklah bertawakkal kepada Allah, mempercayakan diri dalam perlindungan-Nya, sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah SAW:

“Ya Allah, aku menyerahkan diri kepada-Mu, dan aku menyerahkan urusanku kepada-Mu, dan aku menyerahkan kekuatanku kepada-Mu, kerana takut dan cinta kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan tidak ada tempat lari daripada-Mu melainkan kepada-Mu. Aku percaya kepada kitab yang Engkau turunkan dan kepada Nabi yang Engkau utus.” (Riwayat Bukhari)

Bagi seseorang yang keluar rumah, maka banyak perkara yang akan ditemui dalam pelbagai urusan. Mungkin ada, yang menyenangkan dan ada pula yang menyusahkan, sebagai sebahagian daripada kehidupan. Sebagai makhluk yang dianugerahi fikiran, sebelum keluar rumah sebaiknya mempunyai pertimbangan, pemikiran dan rencana-rencana yang baik dan kemudian segala sesuatunya dipasrahkan kepada Allah SWT.

Selain ketenangan jiwa, maka tawakkal juga membuahkan sikap syaja’ah, keberanian. Terbukti ketika Rasulullah SAW diacukan dengan pedang oleh Da’tsur (pimpinan orang-orang kafir). Da’tsur menggertak Rasulullah SAW: “Siapakah yang dapat mencegah pedang ini terhadap engkau hai Muhammad?” Dengan sikap tawakkal Rasulullah SAW menjawab tenang: “Allah!” Pedang terjatuh dari tangan Da’tsur, dan tibalah giliran baginda mengambil pedang itu. Sikap tawakkalnya Rasulullah SAW melahirkan syaja’ah dan kemenangan di mana Da’tsur menyaksikan kehebatan Rasul Allah itu, lalu dia memeluk Islam bersama kaumnya.

Kemenangan yang gilang gemilang banyak kali digondol oleh umat Islam berkat tawakkal. mereka yang bertawakkal kepada Allah mempunyai iman yang jitu kepada kekuasaan-Nya. Ingatlah bahawa makhluk semuanya adalah ciptaan Allah SWT, mereka tidak boleh memberi manfaat dan tidak boleh mendatangkan mudarat. Semuanya ditangan Allah SWT. Mudarat dan manfaat dalam genggaman Allah jua. Walaupun semua manusia berkumpul untuk memberi manfaat kepada seseorang, tanpa izin Allah SWT, mereka tidak boleh berbuat yang sedemikian itu:

“Mereka yang hadapkan perkataan: ‘Sesungguhnya kaum (Quraisy) itu telah kumpulkan (tentera, bagi memerangi) kamu. Lantaran itu hendaklah kamu takut kepada mereka!’ Maka (perkataan) itu menambah iman mereka dan mereka berkata: ‘Allah cukup buat kami dan Ia sebaik-baik penjaga’. Maka kembalilah mereka dengan nikmat dan kurnia dari Allah tanpa ditimpa bencana.” (Ali-Imran: 173-174)

Dalam bidang pencarian rezeki (ekonomi), tawakkal kepada Allah, mendatangkan kecukupan dan rezeki yang tidak terduga-duga:

“Siapa yang bertakwa kepada Allah, nescaya Ia jadikan baginya jalan keluar (dari kesulitan), dan akan diberikan rezeki dari jalan yang ia tidak duga-duga, kerana barangsiapa yang bertakwakkal kepada Allah, nescaya Ia jadi Pencukupnya. Sesungguhnya Allah itu telah adakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Ath-Thalaq: 2-3)

Dalam hubungan ini Rasulullah SAW pernah bersabda yang bermaksud:

“Andaikan kamu bertawakkal kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, nescaya Allah akan memberi rezeki kepadamu sebagaimana burung yang keluar pagi dengan perut kosong dan kembali di waktu senja hari dengan kenyang.” (Riwayat At-Tirmidzi)

Pada saat-saat yang berbahaya, di mana wang dan kawan tidak dapat lagi memberikan pertolongan, Allah dapat menolong dan menyelamatkan orang yang bertawakkal. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahawa Nabi pernah bersabda:

“Akhir kalimat yang diucapkan oleh Ibrahim ketika dicampakkan ke dalam api ialah: Hasbiallah wani’mal wakil.” (Riwayat Bukhari)

Allah SWT telah menyelamatkan Ibrahim, tidak sampai terbakar kerana api menjadi sejuk:

“Kami (Allah) berkata: ‘Hai api, jadilah sejuk dan sejahtera ke atas Ibrahim!” (Surah Al-Anbiya’: 69)

Demikianlah hikmat tawakkal yang menghasilkan pelbagai kebaikan seperti ketenangan, keberanian, kemenangan, pertolongan dan perlindungan Allah SWT yang membawa kepada keselamatan.
Sumber:
http://nurjeehan.wordpress.com

Selasa, 15 Juni 2010

Fathimah : Buah Cinta Rasulullah Saw Sosok Sempurna Wanita Surga



Fathimah az Zahra adalah putri Nabi Muhammad saw., wanita yang paling
dikasihi oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Rasulullah saw. bersabda,
“Fathimah adalah bagian dari diriku, siapa yang membuatnya marah,
berarti membuatku marah,” dan, “Niscaya Allah marah jika engkau
(Fathimah) marah, dan ridha atas keridhaanmu.”Fathimah,
selain berparas cantik (sehingga dijuluki ‘bidadari berwujud manusia’),
juga terkenal akan kecemerlangan pikiran dan kefasihannya. Ia juga
dijuluki sebagai Ummu Abiha (ibu dari ayahnya), karena perannya yang
begitu agung dalam kehidupan ayahanda tercintanya, Nabi Muhammad saw.
Singkatnya, Fathimah az Zahra adalah sosok wanita sempurna, baik
sebagai seorang anak, istri, ibu, maupun sebagai dirinya sendiri. Ia
adalah teladan bagi kaum wanita sepanjang masa.Mengapa Fathimah
bisa begitu dicintai Allah dan Rasul-Nya? Bagaimana ia meraih kedudukan
agungnya itu? Dalam buku ini, akan Anda temukan jawabannya. Buku ini
mengulas kehidupan mulia Fathimah az Zahra. Setiap aspek kehidupannya
benar-benar didalami, sehingga dengan membaca buku ini, niscaya kita
akan mampu meneladani sosok wanita sempurna itu.***Fathimah
az Zahra adalah seorang perempuan yang diciptakan Allah SWT untuk
menjadi sebuah tanda kekuatan-Nya yang menakjubkan dan tak tertandingi.
Allah Yang Mahaagung menganugerahi Fathimah limpahan keagungan yang
amat besar serta ketinggian derajat kemuliaan.Fathimah tumbuh
di rumah kenabian, di tengah limpahan kasih sayang Rasulullah saw. dan
Sayyidah Khadijah, membuatnya mampu meraih derajat tertinggi
kesempurnaan dan kecemerlangan. Allah SWT dan Rasul-Nya begitu
mencintai Fathimah. Beliau saw. bersabda, “Sesungguhnya putriku
Fathimah adalah penghulu kaum perempuan dari awal hingga akhir zaman.
Ia bagian dariku dan cahaya mataku; ia bunga hatiku dan ia adalah
jiwaku.”Ibunda Anas bin Malik berkata tentang Fathimah,
“Fathimah bak bulan di malam purnamanya, atau matahari yang tak
tersaput awan. Ia putih dengan sentuhan warna mawar di wajahnya.
Rambutnya hitam, dan ia bercirikan keelokan Rasulullah saw.” Rasulullah
saw. pun bersabda, “Fathimah adalah seorang bidadari berwujud manusia.
Kapan pun kurindukan surga, kucium dia.”Ketika Fathimah dibawa
ke rumah Ali pada malam (pesta) perkawinannya, Nabi Muhammad saw.
memimpin, Jibril di sisi kanannya, Mikail di sisi kirinya, dan 70 ribu
malaikat mengiringinya. Para malaikat ini memuja dan memuji Allah SWT
hingga fajar. Dalam sebuah hadis dikatakan, “Jika Allah tidak
menciptakan Ali, tidak ada yang setara bagi Fathimah.”Sebaik-baik
wanita surga adalah: Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad,
Asiah binti Muzahim, dan Maryam binti ‘Imrân.- Rasulullah saw. Buku
yang ditulis oleh Abu Muhammad Ordoni ini bisa dikatakan yang
terlengkap (dalam bahasa Indonesia) berisi kisah lengkap perjalanan
hidup Fathimah.

Sumber:
http://id.shvoong.com/books/1781086-fathimah-buah-cinta-rasulullah-saw/

Rabu, 02 Juni 2010

Waspadai Kebiasaan Berdusta




Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik terdapat sebuah dialog antara seorang sahabat dengan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Lengkapnya sebagai berikut:

و حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ أَنَّهُ قَالَ

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ جَبَانًا

فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ بَخِيلًا فَقَالَ نَعَمْ

فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا فَقَالَ لَا

(MALIK - 1571) : Telah menceritakan kepadaku Malik dari Shafwan bin Sulaim berkata; "Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Apakah seorang mukmin bisa menjadi penakut?" Beliau menjawab: 'Ya." Kemudian ditanya lagi; "Apakah seorang mukmin bisa menjadi bakhil?" Beliau menjawab: "Ya." Lalu ditanyakan lagi; "Apakah seorang mukmin bisa menjadi pembohong?" Beliau menjawab: "Tidak."

Berdasarkan hadits itu jelas bahwa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memaklumi jika seorang mukmin memiliki sifat sebagai penakut. Begitu pula Nabi shollallahu ’alaih wa sallam masih memaklumi jika seorang mukmin memiliki sifat bakhil. Namun Nabi shollallahu ’alaih wa sallam samasekali tidak membenarkan seorang mukmin menjadi seorang pembohong alias pendusta. Mengapa demikian?

Di dalam berbagai penjelasan –baik ayat Al-Qur’an maupun hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam- selalu saja sifat kaum munafiqun dikaitkan dengan kebiasaan berdusta. Berdusta merupakan trademark utama kaum munafiqun.

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ

وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS Al-Munafiqun ayat 1)

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ

كَانَ مُنَافِقًاأَوْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ أَرْبَعَةٍ

كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ

حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ

وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

(BUKHARI - 2279) : Dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada empat hal yang bila ada pada seseorang berarti dia adalah munafiq atau siapa yang memiliki empat kebiasaan (tabi'at) berarti itu tabiat munafiq sampai dia meninggalkannya, yaitu jika berbicara dusta, jika berjanji ingkar, jika membuat kesepakatan khiyanat dan jika bertengkar (ada perselisihan) maka dia curang".

Oleh karenanya, sudah sepatutnya orang-orang beriman mewaspadai sifat dan kebiasaan berdusta. Karena jika seseorang sudah mulai terbiasa berdusta, maka ia akan distempel Allah menjadi seorang pendusta. Dan pada gilirannya hal ini bisa menceburkan dirinya ke dalam golongan kaum munafiqun. Dan sebaliknya, jika ia membiasakan diri untuk selalu berlaku benar atau jujur, niscaya ia akan dicap oleh Allah sebagai lelaki yang jujur, sehingga ia bakal digolongkan ke dalam kelompok orang beriman sejati.

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ

وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ

حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًاوَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ

وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ

وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

(BUKHARI - 5629) : Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari Abu Wa`il dari Abdullah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta sehingga akan dicatat baginya sebagai seorang pendusta."

Saudaraku, dalam kehidupan modern dimana fitnah sedemikian mewabah, sangatlah sulit menemukan sifat jujur di tengah masyarakat. Sebaliknya, sangat mudah kita jumpai sifat berdusta di sekeliling kita. Sedemikian langkanya sifat jujur sehingga kita sering mendengar orang berkata: ”Mana bisa maju kalau kita berlaku jujur terus..... Sudahlah, bersikap realistik sajalah. Kita kadang-kala memang perlu berbohong...!” Malah, terkadang kita mendengar orang dengan yakinnya berkata: ”Hanya dengan berbohonglah kita bakal berhasil di dunia...!”

Orang yang hidup penuh dusta akan menjadi orang yang senantiasa dilanda keraguan. Sedangkan orang yang hidup selalu berlaku jujur pasti akan memiliki ketenteraman di dalam hatinya, walaupun ia berresiko dikucilkan. Demikianlah janji Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

قَالَ حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ

فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

(TIRMIDZI - 2442) : Dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam: "Tinggalkan yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu karena kejujuran itu ketenangan dan dusta itu keraguan."

Saudaraku, waspadailah kebiasaan berdusta yang menjadi ciri utama kaum munafiqun. Sebab inilah kelompok manusia yang paling merugi kelak. Mereka bukan saja bakal bernasib sama dengan kaum kafir, yaitu masuk ke dalam azab Allah neraka yang menyala-nyala. Tetapi mereka bahkan dimasukkan ke dalam neraka dengan berada di kapling paling berat siksanya. Dan mereka kekal di dalamnya, tanpa ada fihak yang bisa menolong.

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

”Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka” (QS An-Nisa ayat 145).
Sumber: http://www.eramuslim.com

Jumat, 14 Mei 2010

MENCINTAIMU SEPENUH JIWA



"DAN UCAPKANLAH KEPADA IBU-BAPAKMU PERKATAAN YANG MULIA DAN RENDAHKANLAH DIRIMU TERHADAP KEDUANYA DENGAN PENUH KASIH SAYANG DAN DO'AKANLAH:' WAHAI ROBB-KU, KASIHANILAH KEDUANYA SEPERTI KEDUANYA TELAH MENDIDIK AKU DI WAKTU AKU KECIL'." (QS. AL ISRAA':23-24)

Do'a yang tertuang dalam cuplikan surat Al Isra' diatas, sudah teramat sering kita lafalkan. Bahkan mungkin sejak kita masih duduk si bangku Te-Ka sudah kita hafal di luar kepala. Bahkan karena hafalnya, sampai kita tidak mengetahui apa makna yang terkandung di dalamnya.

Dapatkah anda bayangkan betapa Ayah dan Ibu kita teramat sayang terhadap buah hatinya. Ketika dalam kandungan, kita sangat menyusahkan Ibu. Bisakah kita bayangkan betapa menderitanya Ibu ketika usia kandungannya sudah semakin tua dan beratnya pun bertambah-tambah ??

Dan ketika sang bayi ngotot untuk melongok dunia, sang Ibu harus meregang nyawa ! Dan ketika usia masih dalam hitungan bulan atau bahkan masih dalam hitungan hari (masih bayi) betapa seorang ibu teramat hati-hati merawat kita. Dengan segenap jiwanya, ia pertaruhkan hidupnya demi sang bayi mungil yang ternyata justru teramat sangat bandel. Jika tiba waktu malam, ketika sang Ibu lelah seharian merawat kita, dengan tanpa dosa kita akan pontang-panting pergi ke Dokter. Bayangkan, siang-malam kita menyusahkan mereka !!

Tapi adakah Ayah dan Ibu mengeluhkan hal itu ?? Sadari dan ingatlah, betapa sayangnya, betapa cinta dan kasih mereka pada kita. Semua derita mereka jalani dengan tabah dan kesadaran penuh, bahwa inilah kewajiban mereka, menjaga amanah dari Allah. Sakitnya seorang Ibu melahirkan akan lenyap ketika ia tahu bahwa bayinya selamat, dan kelelahan sang Ayah bekerja memenuhi kebutuhan anaknya, akan lenyap ketika ia mampu mengikuti perkembangan bayinya dari umur sehari hingga ia tumbuh menjadi manusia dewasa, dan mampu memenuhi semua kebutuhan anaknya. Dan kebahagiaan mereka berdua adalah ketika mereka mampu mendidik anaknya hingga anaknya menjadi anak yang berbakti pada agama dan pada kedua orang tuanya, mampu menghantarkan putra-putrinya ke jenjang kehidupan dimana peran orang tua tergantikan oleh pasangan hidupnya.

Dari uraian diatas, masihkah kita BERANI MEMBANTAH apa yang orang tua kita katakan kepada kita ?? Betapa kita telah menjadi anak durhaka jika kita mengatakan, "SIAPA TAKUT "?? (emangnya iklan shampo ?) pd orang tua kita ??

RasuluLLah SAW bersabda : "Maukah aku menunjukkan kepadamu dosa yang besar ? Yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua "

Sekali-kali kalian jangan membuat mereka sakit hati ataupun sedih. Ingat, bahwa keridhoan Allah dalam keridhoan Ibu-Bapak dan kemurkaan-Nya dalam kemurkaan Ibu-Bapak. Selain itu, kita juga tahu bahwa do'a orang tua itu mustajab, bila mereka marah dan mendo'akan yang buruk untuk kita (walau di luar kesadarannya) maka, masa depan dunia akhirat kita terancam suram.

Lakukan apa yang mereka inginkan dari kita selagi tuntutan itu tidak keluar dari rel syari'at. Karena adalah hak mereka sebagai orang tua yang menginginkan anaknya menjadi seseorang seperti kehendak mereka. Dan adalah kewajiban kita sebagai anak memenuhi apa yang mereka inginkan. Kewajiban orang tua adalah memenuhi semua kebutuhan kita dan itu adalah hak kita untuk mendapatkan semua kebutuhan kita.

Sekarang setelah kita sadari hak dan kewajiban masing-masing, sudahkah kita lakukan kewajiban sebagai anak dan apakah hak-hak orang tua sudah kita penuhi ? Adakah terpercik setetes kasih di hati untuk mencintai mereka setulus mereka mencintai kita ? Terbayangkah di benak, bagaimana membalas semua yang telah mereka curahkan ?

Sebuah kisah di zaman RasuluLLah, Abu Darda berkata, ada seseorang yang datang kepadanya dan bercerita: "Ayahku selalu mengaturku, meskipun aku sudah dinikahkan. Dan kini beliau memerintahkan agar aku menceraikan istriku !". Kemudian Abu Darda menyampaikan apa yang didengarnya dari RasuluLLah kepada orang tua itu. RasuluLLah bersabda, "Ayah itu menduduki pertengahan pintu-pintu surga, maka peliharalah pintu itu kalau kalian mau, atau tinggalkanlah" .

Dari kisah diatas, kita tidak membeda-bedakan bakti pada Ayah saja dan Ibu saja, sebab keduanya sama-sama mencintai, menyayangi dan merawat tanpa minta pamrih apapun. Berbaktilah kepada kedua-duanya, memenuhi apa-apa yang menjadi hak mereka dan melaksanakan kewajiban kita sebagai anak mereka.

Mencintai mereka dengan segenap jiwa seperti mereka menyayangi dan merawat kita. Jadikan bakti pada orang tua sebagai refleksi ketaatan pada Allah Azza wa Jalla. Wallohu a'lam bish Showab.

Sumber:
http://muslimahrevolt.multiply.com

Jumat, 23 April 2010

BERSYUKUR AWAL DARI KETENANGAN JIWA



Ketahuilah! Bahwa ketenangan itu tidak akan didapatkan sebelum benar–benar menikmati hidup ini. Merasakan bahwa hidup ini pasti ada arti dan makna. Rasakanlah bahwa hidup ini adalah Anugrah yang mencerminkan Kasih Sayang Allah.
Sebab permasalahan-permasalahan hidup yang dihadapi di dalam dunia ini hanyalah sebagai fase/tahapan–tahapan dari penampakan Ujud Tuhan. Ibarat seorang pembuat keris, ia akan membakar dan menempa besi kemudian di bentuk untuk menjadi sebuah keris yang indah. Begitu pula halnya manusia, ujian–ujian dan cobaan adalah merupakan tempaan–tempaan dari Allah sebagai tanda Cinta Kasih Nya. Kalau sudah begitu kenyataannya, mengapa kita tidak menerimanya dengan lapang dada?.
Allah SWT berfirman :
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS, Ibrahim : 7)
Terkadang banyak yang beranggapan bersyukur atas nikmat Allah itu adalah sebatas apa saja yang didapatkannya diluar dari dirinya. Padahal terlebih utama dan untuk pertama kalinya ia harus melihat kepada dirinya sendiri, bahwa apa–apa yang ada pada dirinya zahir dan batin adalah karunia dan nikmat Allah terbesar yang sudah sepantasnya tidak boleh dilupakannya begitu saja. Wajar saja jika Allah memberikan ujian dan cobaan kepadanya untuk mengingatkan hambanya bahwa Allah sangat dekat akan dirinya dengan sangat nyatanya dan sangat dekatnya nikmat Allah pada dirinya yang pada hakikatnya Allah meliputi dirinya zahir dan batin.
Sadarilah! Bahwa segala apa–apa yang ada pada diri kita adalah nikmat Allah. Nafas adalah nikmat Allah, penglihatan nikmat Allah, pendengaran nikmat Allah, penciuman nikmat Allah begitu pula darah yang selalu mengalir disekujur tubuh kita, jantung yang selalu memompanya juga nikmat Allah dan segala apa saja organ–organ tubuh yang bekerja semuanya adalah nikmat Allah, milik Allah, karena Allah dan dengan izin Allah semata.
Siapa saja yang mensyukurinya dengan keyakinan semua yang ada pada dirinya adalah karunia dan nikmat Allah terbesar sebagai landasan cinta kasih Allah kepadanya, maka sebagai penghargaan dari Allah Ia akan menambahkan nikmat Nya yang lain (yaitu karunia Allah yang datang dari luar dirinya, seperti rezeki, jodoh, kedudukan dll). Akan tetapi barang siapa yang lupa akan nikmat karunia Allah yang ada pada dirinya berarti sama halnya ia lupa akan Allah yang memberikan nikmat itu sebagai I’tibar (cerminan) adanya Allah dekat dan meliputi akan dirinya. Lalu bagi siapa yang lupa akan Allah, maka Allah akan menurunkan berbagai macam ujian dan cobaan kepadanya agar mereka bisa sadar dan kembali kepada kebenaran (Allah SWT). Kalau sudah begitu berarti ujian dan cobaan itupun termasuk nikmat Allah, karena datangnya ujian tersebut untuk mengingatkan hambanya agar hambanya menyadari bahwa Allah sayang kepadanya.
Allah SWT mengingatkan kita sampai 31 kali di dalam Firman Nya yang disebutkan di dalam surah Ar–Rahman :
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”.(QS,Arrahman:13,16,18,21,23,25,28,30,32,34,36,38,40,42,45,47,49,51,53,55,57,59,61,63,65,67,69,71,73,75,77)
Dan di dalam surah yang lain Allah berfirman :
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS, An – Nahl : 18)
Sungguh sangat banyaknya nikmat karunia Allah yang sudah diberikan Nya kepada kita, sampai–sampai kita tidak akan sanggup untuk menghitungnya. Karena itu Allah memerintahkan kita untuk membaca surah Al–Fatihah berulang kali di setiap kita Shalat dan termasuk salah satu Rukun Shalat yang apabila tidak membaca surah Al – Fatihah maka batal lah Shalatnya. “Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin”. (Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam). Adalah suatu ungkapan yang menjelaskan bahwa apa saja yang ada di seluruh Jagad Raya ini dan apa saja yang ada pada diri kita hendaklah kita sadari semuanya itu adalah nikmat Allah SWT.
Itulah salah satu Rahasia ke Agungan dan Kebesaran Allah tentang di balik ujian dan cobaan. Karena itu syukurilah dengan harapan agar dimantapkan Iman dan Keyakinan serta dibukakan ketentraman dan ketenangan Jiwa. Hidup ini akan nampak indah jika kita mau menerimanya dengan lapang dada apa saja yang datang pada diri kita adalah sebagai bukti Kasih Sayang Allah SWT.
Apabila Allah mendatangkan suatu ujian, tentu itu menurut kadar kemampuan hamba Nya. Tidak akan mungkin Allah menurunkan ujian yang hamba Nya sendiri tidak sanggup untuk memikulnya. Kalaupun kita merasa berat dengan suatu ujian yang didatangkan Allah seolah–olah kita tidak sanggup untuk memikulnya, itu dikarenakan bukan kita tidak mampu untuk memikulnya melainkan karena kurangnya pengetahuan untuk menghadapi ujian tersebut.
Oleh sebab itu menuntut ilmu hukumnya wajib, agar kita mengerti tentang hakikat dari pada ujian–ujian Allah yang datang kepada kita. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : yang artinya “telah diwajibkan atas kalian menuntut ilmu baik muslim laki–laki maupun muslim perempuan”.

Sumber:
http://pengembarajiwa.wordpress.com